Warna Jambu Merah



Saat banyak orang berusaha keras menjauhkan dirinnya dengan warna merah jambu,

Disini aku sedang membolak-balikkan orakku, memunculkan pertanyaan yang sama disetiap semua itu teringat, “Kenapa warna itu terus menjauhiku?”

Apa iya karena aku gak suka buah jambu, akhirnya dia tak sedih memberikan merahnya untukku? Tidak ada yang kularang untuk mendekat padaku, apapun dan siapapun itu..
Tapi selalu kutenkankan diawal. Jangan merubah apapun dari dirimu jika sudah banyak mengenalku. Tetaplah menjadi kamu”.

Bukan maksud hati menjadikan sebuah pertemanan atau persahabatan menjadi tempat percobaan menerapkan lalu lintas kehidupanku. Tapi memang seperti itu harusnya. Menurutku.  Padahal aku sadar, tidak aka nada yang mau menuruti rambu-rambu itu, apalagi terbuat dari hasil khayalan hidupku sendiri. Mustahil rasannya. Tapi memang seperti itu aturan mainnya. Itu logis. Menurutku.

Berontak. Banyak. Dan akhirnya satu persatu mereka meninggalkanku, sampai akhirnya … lagi-lagi aku sadar kalau sendiri lah yang paling setia menemaniku. Kecewa? Pastinya. Tapi aku sedah terbiasa. Dulu memang terasa sekali sakitnya, tapi sekarang…  always well, nothing to frightened whit it. I’m getting into the habbit of it. Aku sudah bisa menjinakkan sepi menjadi teman ku yang paling menghiburku. Yang ku tau, suatu hari di depan sana, satu-persatu mereka dating menyumbangkan banyak cerita untukku dengan membawa teman baru. Teman hatinya.

Senang rasannya dengar mereka bisa sangat girang menceritakannya. Hanya saja … selalu ada yang membuatku bertannya, mengapa mereka selalu mengatakan “ Dia seperti kamu “, “Dia mirip kamu”, “ Dia Hampir sama kaya’ kamu” saat aku menanyakan seperti apa dia. Kecil hati mendengarnya. Kenapa mereka pada mendapatkan yang sepertiku? Sedangkan aku yang aku beneran, tidak seberuntung mereka yang mirip aku. Nggak habis pikir.

Setiap aku ceritakan ini, jawaban mereka sama “ Bersyukurlah “. Tapi dari dalam diri selalu mendesakku dengan tuntutannya “Berpikirlah! “. Tuntutan itu rasannya seperti sangat mengamuk padaku, rasannya mereka menjadikan aku bagaikan terdakwah yang sudah siap dihukum karena rentetan kesalahan yang dudah ia perbuat. Tidak ada yang bisa meringankan hukuman itu selain menyelesaikan masa hukuman. Kalau aku masih tetap tidak bisa berfikir.

Tuntutan diri seolah ingin membaut sesuatu dari diriku untuk menjadi dewasa, tapi aku sendiri bingung, apa itu. Menurutku aku sudah sangat tenang menghadapi situasi segenting ini itu sudah sangat dewasa.

Banyak orang mengukir raut takjub sambil bilang “ Beruntungnnya”, tapi diri ini bilang “ Ini siksaan! “

Aku ingin tau bagaimana carannya mengaktifkan kembali hati ini. Agar ia bisa merasakan sesuatu lagi.  Waktu selama puluha tahun tidak bisa menelan kisahnnya, hingga akhirnya ia memutuskan untuk tetap merawatnya dengan segala tekanan hingga imajinasi yang memberinnya makan harus hilang beberapa lama. Sampai akhirnya ia putuskan untuk mengganti nyawa karyannya dengan pemujaan Tuhannya.

Dengan tetap menyimpan satu karya yang itu adalah nyawa karya-karyanya yang sebelumnya. Ada juga yang masih terus mengintainnya dengan statusnya keluarga kecilnya hanya sekedar mencari tau apa dia sudah bahagia disana. Dan selalu terbesit jawaban “ Saya bukan yang terbaik untukkmu”.  Dan disini ada orang yang masih mencari-cari cara bagaimana menjalaninnya, sedangkan dia butuh teman untuk membakar kotak harta karun yang sangat indah itu untuk melanjutkan cerita yang baru.

Lima tahun yang terjawab, satu setengah tahun penyadaran, dan enam tahun pengosongan. Harusnya waktu itu sudah lebih dari cukup untuk membuatnya menjadi lipatan ringkas, lalu ku masukkan dalam balon, dan setelahnnya akan aku terbangkan ke angkasa sana, ku antarkan ke Dzad Maha Sabar memeliharaku, Dzad terindah di nirwana sana.

Yaa Rabb.. didalam balon merah itu bukan kertas cerita. Itu berisikan pertanyaa. “ Kapan aku bisa dapat warna merah jambu? Apa aku harus suka sama jambu ,baru aku bisa dapat merahnya? Sudah aku paksa Yaa Rabb.. tapi aku tetap tidak suka. Pait, baunnya aku gak suka. Aku ingin merah itu sedikit terbecak di aku. Bagaimana caranya?”

Comments

Popular posts from this blog

Rayuan Alam, Part : Kutulusan Bukit dan Gunung

Yaa~ begini ya.. Cuma pengan ngomong aja.~