[…] Terkadang, seorang dai perlu membiarkan sebuah kesalahan […]

 Bismillah…

(point k'10 dari 27poin ) :

Rambu-rambu yang Harus Diperhatikan Ketika Memperbaiki Kesalahan  

Mewaspadai Tatacara Perbaikan Kesalahan yang Malah dapat Menimbulkan Dampak Kesalahan Lebih Fatal
Sebagai sudah dimaklumi, salah satu kaidah syari'at menegaskan bahwa lebih baik mengambil satu dari dua masfadah yan kecil demi menghindari masfadah yang lebih besar. Terkadang, seorang dai perlu membiarkan sebuah kesalahan agar tidak menimbulkan kesalahan yang lebih besar.

Nabi Muhammad SAW pernah membiarkan orang-orang munafik, tidak membunuh mereka, sedangkan mereka tetap dalam keadaan kafir. Beliau sabar menerima gangguan mereka, agar orang-orang tidak mengatakan bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabat beliau sendiri, apalagi karakter mereka yang tidak diketahui dengan pasti

Nabi tidak bisa merobohkan bangunan Ka’bah untuk kemudian membangun bangunan yang baru di atas pondasi-pondasi Ibrahim Al-Khaliil, karena masa orang-orang Quraisy dekat dengan masa jahiliah, dan beliau khawatir akal mereka tidak kuat menanggung hal tersebut. oleh karena itu, beliau membiarkan banunan Ka’bah apa adannya dengan segala kekurangan yang ada, dan posisi pintu Ka’bah yang agak tinggi serta menutup pintu tersebut agar orang-orang tidak masuk dengan sembarangan, padahal tindakan tersebut termasuk tindakan kurang bijaksana.

Sebelum itu, Allah SWT melarang hamba-hamba-Nya untuk memaki tuhan-tuhan kaum musyrik --pahadal, memaki tuhan-tuhan kaum musyrikin termasuk perbuatan taat dan bentuk taqaruub kepada Allah -- sekiranya memaki tuhan orang musyrikin menyebabkan orang-orang musyrikin semakin balik, sehingga memaki Allah SWT. Jika kemungkinan itu terjadi, hal tersebut mendapatkan kemungkaran yang lebih besar.

Terkadang, seorang dai harus membiarkan, atau menunda untuk member teguran kepada orang yang berbuat salah, atau menggunakan cara menegur yang lain, jika sekiranya dengan kemungkaran yang lebih yang lebih besar. Tindakan demikian tidak disebut kelalaian, juga tidak disebut khianat, selama dai tersebut mempuanyai niat yang ikhlas. Dalam berjuang di jalan Allah dia tidak takut terhadap celaan yang suka mencela. Tapi, yang membuat dia tidak menegur orang melakukan kesalahan, semata-mata karena kepentingan (maslahat) agama, bukan karena pengcut atau lemah.

Satu hal yang patut diperhatikan, bahwa di antara factor  yang menyebabkan seseorang terjerumus pada kesalahn yang lebih besar ketika menegur orang yang melakukan kesalahan, adalah keberanian buta; keberanian yang tidak mengacu pada hikmah

Kutipan dari sebuah buka tulisan Muhammad Shalih Al-Munajjid yang berjudul :
“38 KEBIJAKAN RASULULLAH dalam Menyelesaikan Kemelut Problematika Umat”
<<<<------<<<<---------<<<<------


      




Well.. udah seperti apa cara kita menyampaikan sebuah kebaikan,
Dari buku yang pernah ku baca, disampaikan
“ Sampaikan sebuah kebenaran berserta dengan hukumnya ”

Mungking contohnya :
Biasannya ini terjadi di kalangan akhwat :
  • “ Eh Pliss. Jangan sentuh gw”
  • “ Opo’o..?? Lebai kon. Ini lho biasa ea (sambil senyuk temen hawa sampinya”
  • “ Gw masi punya wudhu bro”
Aaa… kesalah besar ini bre.. karena gak ada hukum yang nulis kaya’ gitu.
atau mungkin ada yang pengen mereka paham dengan zaman sekarang dengan alasan
  • “ Njaga wudhu chyiiin.. sebelum make up tadi gw udah wudhu soalnya.. sayang.. ntar luntuur.. #Puahahahahahaaaa… hiii… gilo dewe aku nulis’e.. hahahaha..

Memang.. Kita jangan juga lupa melihat suasana lingkungan yang akan diberikan suntikan kebaikan.
Tapi Allah juga ingin jundi-Nya menyampaikan ayatnya walau hanya se-Ayat..


Dariku.. sempaikan suatu hukum kebaikan beserta dengan hukumnya, lalu suarakan dengan bahasa bumi yang kata-katannya terangkai sesuai dengan karaktermu yang diterima lingkunganmu.
Darimu..??


Hokke chyiin.. sekian dulu, moga bermanfaat..
Tunggu share2ku selanjutnya.. ane cuzz dulu ya..
Wassalamualaikum.. ^,^/

Comments

Popular posts from this blog

Rayuan Alam, Part : Kutulusan Bukit dan Gunung

Yaa~ begini ya.. Cuma pengan ngomong aja.~