Pasrah dalam Optimis
tidak mungkin ada kata 'tunggu menunggu' dalam langkah mengejar keinginan,
assa yang sengaja terus di ikhrarkan dalam waktu-waktu bermain dulu diikur da batu karang,
tapi sekarang nampaknya keperti diukir di pasir pantai.
sedih..
ya.. jujur. hati ini menagis.
satu persatu mulai egois berjalan sendiri sendiri dengan berbagai alasan
berkata 'aku tau apa yang kamu rasakan'
TIDAK! bantahku keras. kamu tidak sedang ada di posisiku sekarang. kamu tidak tau apa yang aku rasakan. kalau (sok) tau mungkin aku akan membenarkannya.
tidak bermaksud mengulas janji lalu.
semua sudah berubah menajdi pasir. sudah pada bermain-main dengan buih ombak dan laut lepas.
bukan marah. hanya kecewa. kecewa pada diriku sendiri kenapa punya keingnan masa depan yang mungkin terlewat besar. makannya, aku yang Tuhan tahan lebih lama di sini.
menapak impian dengan kenyataan yang tak bisa dipastikan
hanya bisa berdoa, bersabar dan mengikhlaskan semua. berusaha dan berkhitiar saat revisi menyapa.
satu satu tapak langkah terus berusaha kuat untuk menemukan ujung cerita ini.
tak sebar memang sudah hati ini ingin berlari. namun bukan alasan tenaga yang sudah mulai melelah, tapi keadaan yang menyuruhku jangan telalu laju mengemudikan hidup ku saat ini.
ibarat aku ini adalah supir angkot. entah siapa yang harus aku jemput, rasannya aku harus meniteni satu persatu orang yang ada disekitarku agar aku tidak melewati penumpang yang akan menjadikan angkot ini mobil pribadinya, yang kemudian mengambil alih setirnya. kemudian barulah aku bisa benar-benar bejalan dan lebih bisa laju.
yasudah lah.. aku harus sabar. agar aku bisa ikhlas menerima kesendirian fana yang nyata ini!
assa yang sengaja terus di ikhrarkan dalam waktu-waktu bermain dulu diikur da batu karang,
tapi sekarang nampaknya keperti diukir di pasir pantai.
sedih..
ya.. jujur. hati ini menagis.
satu persatu mulai egois berjalan sendiri sendiri dengan berbagai alasan
berkata 'aku tau apa yang kamu rasakan'
TIDAK! bantahku keras. kamu tidak sedang ada di posisiku sekarang. kamu tidak tau apa yang aku rasakan. kalau (sok) tau mungkin aku akan membenarkannya.
tidak bermaksud mengulas janji lalu.
semua sudah berubah menajdi pasir. sudah pada bermain-main dengan buih ombak dan laut lepas.
bukan marah. hanya kecewa. kecewa pada diriku sendiri kenapa punya keingnan masa depan yang mungkin terlewat besar. makannya, aku yang Tuhan tahan lebih lama di sini.
menapak impian dengan kenyataan yang tak bisa dipastikan
hanya bisa berdoa, bersabar dan mengikhlaskan semua. berusaha dan berkhitiar saat revisi menyapa.
satu satu tapak langkah terus berusaha kuat untuk menemukan ujung cerita ini.
tak sebar memang sudah hati ini ingin berlari. namun bukan alasan tenaga yang sudah mulai melelah, tapi keadaan yang menyuruhku jangan telalu laju mengemudikan hidup ku saat ini.
ibarat aku ini adalah supir angkot. entah siapa yang harus aku jemput, rasannya aku harus meniteni satu persatu orang yang ada disekitarku agar aku tidak melewati penumpang yang akan menjadikan angkot ini mobil pribadinya, yang kemudian mengambil alih setirnya. kemudian barulah aku bisa benar-benar bejalan dan lebih bisa laju.
yasudah lah.. aku harus sabar. agar aku bisa ikhlas menerima kesendirian fana yang nyata ini!
Comments
Post a Comment